Hidup dari Adzan ke Adzan
11:49 PMPernah mikir nggak kalo ternyata kita hidup itu singkat banget, dari adzan ke adzan..
Kalo di Islam, ketika bayi baru lahir biasanya sang bapak akan mengumandangkan adzan di telinga bayi tersebut. Saya nggak tahu apakah aturan ini ada dan diwajibkan Al-Quran atau tidak, yang pasti karena maksud dari hal ini baik maka kenapa tidak kita lakukan terus menerus pada anak cucu kita nanti.
Mungkin secara filosofis mengumandangkan adzan di telinga bayi yang baru lahir adalah agar ia mendengar lantunan nama Allah dan Nabi Muhammad ketika ia pertama hadir di bumi ini. Supaya bayi tersebut diharapkan selalu mendengar yang baik-baik sehingga menjadi manusia yang baik pula bagi lingkungannya.
Suasana seorang ayah yang mengumandangkan adzan dengan suara kecil namun penuh kasih sayang selalu membawa tawa dan haru bagi siapapun yang melihatnya. Gembira. Senang. Bahagia. Setidaknya itu sih yang saya rasakan waktu lihat Bapak saya mengadzani kedua adik saya waktu mereka baru lahir. Meskipun waktu itu saya masih SD dan SMP, tapi namanya juga anak kecil kan yaa pasti kerasa lah yang namanya bahagia dan haru.
Waktu terus berlalu hingga kita menemui adzan terakhir kita.
Adzan yang dikumandangkan ketika kita meninggalkan dunia ini.
Adzan yang satu ini entah kenapa selalu bikin saya menitikkan air mata sebanyak-banyaknya...
Saya selalu nggak kuat denger adzan yang satu ini.
Padahal ya namanya adzan, ya isinya sama aja kayak gitu lagunya.
Tapi kalau adzan terakhir ini pasti dilantukan dengan nada yang penuh kegetiran dan dengan sisa-sisa kekuatan yang ada. Setidaknya itu yang selalu saya rasakan tiap 2x ketika yangkung dan nenek saya sudah tidak ada. Om-om saya yang benar-benar kuat melantunkan adzan terakhir bagi mereka. Suara yang rasanya hampir habis namun tetap terus berusaha menyelesaikan adzan yang ada. Entah bagaimana hati mereka saat itu, terutama ketika nenek kemarin yang pergi secara "tiba-tiba" (bagi kami).
Adzan menjadi bunyi duniawi yang terakhir kita dengarkan, yang sejujurnya secara fisikal tidak dapat kita dengarkan karena tubuh kita sebenarnya sudah terbujur kaku. Mungkin kita mendengarnya tapi dengan bentuk fisik lainnya.
Betapa singkatnya hidup ini ketika kita hanya hidup dari adzan ke adzan saja.
Dalam sehari-hari pun kita juga melewati hari dengan menunggu dari adzan ke adzan, dari subuh hingga isya, dengan kegiatan sehari-hari sebagai pelengkap.
Meskipun saya tahu susahnya minta ampun solat lima waktu setiap hari di awal waktu tanpa bolong sekalipun setidaknya kita mestinya selalu mencoba. Apapun hasilnya, yang penting kita sudah usaha.
Karena tanpa solat, kita mau berpegangan pada apa lagi?
0 comments